Sunday, September 13, 2015

Merayakan Kehidupan

“ …… Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku  sangat pedih.” 
(QS. Ibrahim:14)  

Bayak dari kita yang mengingkari cuplikan ayat tersebut. Bahkan aku sendiri pun menjadi pelakunya. Mengeluhkan sesuatu yang mungkin saja sesuatu itu dipandang sebagai anugerah bagi orang lain jikalau kita mau mencoba melihat dari sisi yang berbeda.

Sebagai contoh kejadian beberapa waktu lalu (kebetulan aku yang menjadi pemeran utamanya). Saat itu aku mendapat tugas dari atasan untuk mengerjakan sesuatu. Di waktu yang sama, ada beberapa tanggung jawabku yang belum aku selesaikan dan kesemuanya itu menuntut kesegeraan. Satu tanggung jawabku selesai namun masih perlu revisi di beberapa bagian, sedangkan tugas dari atasan masih jauh dari kata selesai. Di tengah kesemrawutan isi otakku mengejar deadline ditambah tugas kuliah yang seakan tak ingin kalah menandingi, aku kualahan mengontrol diri. Terhanyut dalam emosi.  Aku mengeluhkan keadaan bahkan sedikit merendahkan diri aku sendiri yang notabene-nya seorang karyawan bukan pemilik.

Keluhan tersebut sempat aku sampaikan pada sahabatku disalah satu group WhatsApp. Salah satu peran sahabat adalah sebagai pengingat. Disaat sahabatnya hilang arah, sahabat yang lain berusaha menuntun, mengarahkan menuju jalan yang benar.

Disaat emosi yang memuncak, tak hanya sahabatku, aku juga berusaha menenangkan diri sendiri. Menyandarkan tubuh pada kursi, menengadah ke langit-langit ruangan sambil memohon ampunan dari Sang Maha Pengampun. Meski mulutku bungkam namun  air mataku meluber, membasahi pipi kanan dan kiri. Aku biarkan ia mengalir semakin deras. Tidak ku tahah. Aku jadikan air mata tersebut sebagai pelebur emosi.

Beberapa waktu kemudian, saat semuanya kembali normal. Saat hati dan pikiranku sudah kembali tenang, aku diajak melihat suatu persoalan dari sudut yang berbeda. Disaat aku mendapat tanggung jawab yang begitu banyak, itu berarti aku diyakini bahwa aku mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab itu. Kenapa harus aku? Kenapa bukan yang lain?  Karena aku orang yang mereka percayai. Ingat, keperayaan itu mahal. Tidak ada rupiah atau mata uang manapun yang dapat membelinya. Jika sekali saja terkhinati, ia tidak akan kembali sempurna.

Dari kejadian itu aku disadarkan banyak hal. Sebangian besar dari kita (termasuk aku) terlalu banyak menghabiskan waktu untuk mengeluh bukan bersyukur. Padahal nikmat yang Tuhan berikan tidak terkira jumlahnya. Sedangkan apa yang dikeluhkan hanya persoalan-persoalan sederhana.


"Maka nikmat Tuhan yang mana yang kamu dustakan?"

Dan disaat kita merasa lelah akan rutinitas, kita harus ingat bahwa tidak ada kesuksesan yang diraih dengan bersantai, duduk diam kemudian sukses. Hampir mustahil. Kesuksesan itu butuh usaha, kerja keras, dan tahan banting. Dan apabila  kerja kerasmu tidak sesuai dengan imbalan atau fee yang diperoleh, mungkin Tuhan yang akan mengggantikannya dengan nikmat yang lain, seperti: kesehatan, prestasi, keluarga yang harmonis, kehidupan yang diberkahi dan lainnya. Karena tidak jarang kita temui mereka yang memiliki penghasilan berkali-kali lipat namun diuji dengan kesehatan, keluarga yang tercerai-berai  atau ujian lainnya.

Tidak perlu lagi kita membadingkan rumput mana yang lebih hijau, apakah milik kita atau milik orang lain? Karena sejatinya kebahagiaan bukan diukur dari materi atau deretan penghargaan, melainkan dari seberapa sering kita bersyukur. Toh mereka yang bergelimang harta tetap tidak merasa bahagia bila tidak mensyukurinya. Sebaliknya mereka yang hidup sederhana bisa lebih berbahagia bila mensyukuri setiap karunia-Nya.

Bila kita sadari diluar sana, banyak yang menglami hal yang lebih rumit, hanya saja mereka tidak mengeluh dan menjalaninya dengan sabar dan ikhlas.

Mulai sekarang, detik ini, mari sama-sama kita ubah kebisaan mengeluh dengan bersyukur. Bersyukur atas segala nikmat dan pemberian dari Yang Maha Kuasa. Bersyukur atas segala pencapain, karena semuanya itu tidak lepas dari campur tangan Tuhan. Semoga kita tidak termasuk golongan yang kufur nikmat. Aamiin...


Kebahagiaan itu diciptakan, bukan dicari.








  


No comments:

Post a Comment