Assalamu'alaikum Wr. Wb
Antologi puisi adalah kumpulan puisi yang dihasilkan oleh beberapa orang penyair yang dijadikan satu dalam satu buku atau lainnya.
Mestinya Engkau Memilih
Kenyataan
Karya: Dedet Setiadi
Mestinya engkau memilih kenyataan
Bukan sebagai sajak bayang-bayang
Tertulis di dinding retak
Yang memanjang
Berdirilah di puncak malam
Dan jangan terpejam, tataplah wahajmu
Berulang-ulang
Terus berulang-ulang
Mungkin kau akan menemukan rembulan
Membakar banyak kisah
Dalam hidupmu
Dan sebenarnya, itulah sajakmu!
Hidup tak sekadar menakar luka
Berhentilah mengaduh
Agar waktu tak lagi memukulmu
Sebagai keloneng pilu
Pada fajar kelak
Niscaya kau akan menemukan janjimu
Sudah mengeras jadi batu
(Dikutip dari harian Indo
Pos, edisi 21 September 2013, hal. 16)
Bersalaman Dengan Tubuhmu
Karya: Abdullah Mubaqi
Bu, jika aku kembali
Kan kau temukan aku sendiri
Berbicara dengan perbotan rumah
Sepeda motor ayah
Juga kursi-kursi yang menguping
Ketika kau tiupkan angin ke telinga
Bu, jika aku kembali
Kan kau temukan aku sendiri
Di pojok kamarku
Memeluk kepala yang beradu punggung
Yang matanya sembab
Menerima hujan yang menetes darimu
Bu, jika aku kembali
Kan kau temukan aku sendiri
Memanggil nama-nama
Yang selalu kau ceritakan sewaktu kecil
Bu, jika aku kembali
Aku ingin membawa tangan kita
Yang saling salam
Tubuh kita yang saling menyulam
Kelak ketika orang-orang berduka atas api
Aku akan tersenyum sebab telapak tanganmu
Memancarkan air dan dari tubuhmu
Samudera tumpah
(Dikutip dari harian Indopos, edisi 7 September
2013, Hal. 16)
Mencintai Waktu
Karya: Nurani Fitrie
Mencintaimu, adalah
Semacam mencintai waktu;
Tak perlu dicari awal, ujung,
Juga akar-muasalnya.
Tak pernah menoleh kebelakang
Tapi selalu meninggalkan kenangan
Yang berkesan dan beberapa
Rasa sakit yang
Seringkali mengerikan
Mencintaimu, barangkali
Harus kugunakan mesin waktu;
Agar aku bisa pergi lebih dulu
Ke tempat dan ke waktu
Dimana kau akan singgah
Sementara
Untuk kemudian berjalan bersama
Menuju yang tak diketahui
Atau mengucapkan perpisahan
Yang tak pernah terpaksa
Seperti waktu
(Dikutip dari harian Indopos, edisi 12 Oktober
2013, Hal. 16)
Menyusun Perahu
Karya: Eko Roesbiantono
Siapakah ia, berkisah masa lalu tiada henti
Menyimpan bintang-bintang di malam hari.
Para nelayan telah pergi ke pesisir menyusun perahu
Merangkul hujan pada musim ketika kau sembunyi
Di balik kamar rumahmu. Para nelayan menggambari
Ombak dan lautan pada putih layarnya,
“maka mari kuucapi kau menjadi senyap
Pasir pesisir menyimpan bintang-bintang
Di malam hari, terinjak dan terhambur
Dalam sabar berlayar,” ucapmu
Tiba-tiba senyap berbisik pada jam pasir
Yang menyimpan desir pesisir:
“pada hambur sebutir pasir diriku
Tiada kuasa, hanya angin menderu
Di kering pasir pesisir, aku tiba-tiba sunyi
Hanya haus embun pagi.”
Lalu ombak berujar:
“berlayarlah jika kau ingin
Mencapai lenyap pasir
Berlayarlah dalam pikir dan dzikir
Lalu pada senyap
Makna terucap.”
(Dikutp dari harian
indopos, edisi 12 Oktober 2013, Hal. 16)
Di Dalam Sebuah Do’a
Karya: Fatih Kudus Jaelani
Di dalam sebuah do’a
Kami tak meminta apa-apa
Selain mengucapkan aamiin
Dan menerima segalanya
Sebab siapa tahu
Hidup kami akan lama
Lalu yang terkabulkan
Telah habis kami minta
(Dikutip dari harian
indopos, edisi 5 Oktober 2013, hal. 16)
Wassalamu'alaikum Wr. Wb
Mariani Yuni Susilo Wenti
@marianiyuniSW
No comments:
Post a Comment