Friday, June 14, 2013

Pilih Mana, 'Barang Obral' atau 'Barang Etalase'?

Asslamu'alaikum Wr. Wb

"Jika wanita diibaratkan seperti barang, jadilah wanita seperti barang dalam etalase yang tidak sembarang orang bisa menyentuhnya." (Masfuroh, S.pd)

kalimat itu terus menari di otakku. Nasihat dari guruku semasa SD. Memang kalau dibaca sekilas terlihat biasa saja, namun bila diperhatikan ada makna yang begitu dalam. Pandai-pandailah kamu dalam bergaul, mungkin itu yang bisa Aku tafsirkan.    

Fenomena pergaulan yang ada saat ini cenderung bebas dan melanggar norma kemasyarakatan terlebih norma agama. Yang haq dan bathil telah tersamar. Lihat saja wanita berbusana tapi sebenarnya 'telanjang' bergentayangan dimana-mana. Kegiatan pacaran pun semakin bebas. Bahkan tidak jarang ditemukan siswa SD yang telah berpacaran. Ditambah hadirnya Club-club malam dan tayangan-tayangan dewasa yang semakin marak beredar. Pantas bila angka pemerkosaan dan aborsi semakin meningkat.

Akibatnya pemandangan wanita yang telah berbadan dua sebelum akad sudah bukan menjadi berita asing. Kita dapat menemukan kejadian itu bukan hanya di kota-kota besar tapi juga telah mewabah di kota-kota kecil. Ironisnya menurut data Komnas Perlindungan Anak beberapa tahun silam, kejadian tersebut juga dilakukan oleh mereka yang masih duduk di bangku pendidikan. Sungguh miris.


Kalu kita cermati data diatas, kejadian tersebut karena kurangnya bekal pengetahuan agama dan kontrol orang tua. Sehingga kurang selektif terhadap berbagai hal yang dapat melunturkan ajaran agama dan nilai-nilai 'ketimuran'. 

Selain itu cara berbusana dan kegiatan yang mereka sebut pacaran juga merupakan faktor pemicu lainnya. Bagaimana bisa wanita yang berbusana sesuai dengan syari'at serta menjauhi kegiatan pacaran dapat mengundang syahwat lelaki? Tentu saja tidak kan :) Namun yang terjadi pada masyarakat modern berbanding berbalik. Mereka rela menghabiskan rupiah serta waktu hanya untuk mempercantik diri di hadapan manusia sehingga melalaikan ajaran kitab pedoman.

Banyak dari mereka yang masih enggan untuk menutup aurat. Alasan paling klasiknya ialah rasa panas. Padahal 'rasa panas' itu hanya sugesti dari diri mereka sendiri. Bila kita sudah melakukannya bukan panas yang akan dirasa melainkan kesejukan. Ada juga yang seperti ini "Nanti kalo Aku pake hijab, Aku ga cantik lagi dong?" Dear, wanita cantik itu wanita yang dapat menundukkan pandangan lelaki. Semakin mengulur hijabnya semakin bertambah kecantikannya. Dan ada lagi yang masih sering terjadi "Aku masih sering melakukan dosa, tidak pantas berhijab." Dear, berhijab bukan berarti bebas maksiat, namun sebagai benteng diri pencegah maksiat.

Dalam mengenakan hijab, kita pun jangan menjadi korban mode. Memang saat ini banyak bermunculan gaya berhijab modern. Namun belum tentu mode yang sedang booming itu sesuai ajaran kan? Udah ribet plus ga sesuai syariat ruginya double :) Yang perlu diingat, yang tenar belum tentu benar. Ga perlu malu kalau dibilang ga modis. Toh "Islam lahir dalam keadaan asing dan akan kembali dengan keadaan asing. Beruntunglah mereka yang terasingkan itu." (HR. Muslim)

Satu hal lagi yang masih sulit ditinggalkan yaitu kegiatan yang mereka sebut PACARAN. Aku yakin mereka yang melalukan sudah mengetahui bila pacaran itu mendekatkan pada perilaku zina, namun cinta (read: syahwat) lah telah membutakan hati mereka sehingga tidak mempedulikan dosa atau tidaknya. Mengutip kalimat Ustadz Felix Siauw "Orang yang pacaran itu miskin komitmen." Kenapa miskin? Kalau ga mau dibilang miskin komitmen langsung nikahin aja, datangi walinya bukan anaknya. Ibaratnya mau 'menikmati' tapi ga mau 'beli'.

Yang anehnya lagi mereka menganggap pacaran itu penjajakan pra nikah. Padahal ga ada jaminannya orang yang dipacarin akan dinikahin. Wong yang udah sampe hamil aja banyak yang ga dinikahin. "Gue mah pacarannya ga macem-macem pegangan tangan doang." HAH pegangan tangan DOANG?! yang sampe hamil juga awalnya CUMA pegangan tangan doang kok. "Lha terus kalo ga pacaran gimana Aku mau dapet jodoh?" Dear, jodoh, rezeki, dan maut seseorang sudah ditulis di Lauhul Mahfudz-Nya. Jodoh yang baik didapat dengan cara yang baik.

Sekedar informasi aja, dulu aku juga pernah terjebak dalam nostalgia. Eh salah maksudnya pacaran. Dari situ aku tau ga ada yang namanya 'pacaran baik-baik'. Memang apa yang Aku lakukan ketika masih pacaran, masih wajar bagi sebagian orang, namun hati Aku terasa teriris tiap kali menghadap Sang Pencipta. Dari hal tersebut aku mendapat pelajaran hidup. Tidak ingin lagi tercemplung dalam sumur kebathilan. Hidup itu pilihan. Kamu bebas memilih mau jadi 'barang obral' atau 'barang etalase'.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Mariani Yuni Susilo Wenti
@marianiyuniSW

No comments:

Post a Comment